Mengapa ekonomi lebih ambyar dilanda corona

Mengapa Ekonomi Lebih Ambyar Dilanda Corona dibanding Kerusuhan 1998?

Tahun 1998 adalah tahun yang mengerikan bagi Indonesia. Kerusuhan, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) meningkat berlipat ganda, dan jatuhnya pemerintahan otoriter Suharto terjadi pada 1998. Tetapi mengapa ekonomi lebih ambyar dilanda Corona?

Tidak mudah menjadi pekerja atau pengusaha di tahun 1998. Pekerja was-was sewaktu-waktu bisa di pecat. Pengusaha terutama yang berutang dolar AS atau melakukan impor bahan baku pasti pusing tujuh keliling, karena nilai tukar dolar AS meningkat lebih dari 4 kali lipat.

Tidak sedikit pengusaha yang bangkrut namun di sisi lain pengusaha yang melakukan ekspor bisa tiba-tiba berlipat ganda kekayaannya.

Pergerakan Manusia

1998 walau terjadi kerusuhan, tak ada alasan untuk membatasi pergerakan diri. Memang sekitar dua minggu setelah kerusuhan, Jakarta sempat sepi. Namun setelahnya perlahan kembali normal walaupun ekonomi sulit.

Virus Sars-cov2 adalah virus yang bisa dibilang canggih. Dengan alasan menyebarkan diri, virus ini membatasi serangannya di awal sehingga manusia tak merasa sakit atau belum muncul gejala-gejala seperti demam atau batuk. Inilah yang menyulitkan identifikasi manusia penyebar virus karena tak terlihat sakit atau ada gejala sakit tetapi tetap bisa menularkan virus corona ke sekitarnya.

Karena alasan ini, Covid-19 menyebar ke hampir seluruh negara dunia. Demi membatasi penyebaran akhirnya tindakan ekstrem seperti lockdown atau yang lebih longgar PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) perlu dilakukan. Sehingga pergerakan manusia akan bisa dibatasi.

Baca juga: “Vaksin Covid-19

Selain itu kekhawatiran atas risiko penularan juga menyebabkan orang tanpa diatur juga membatasi pergerakan diri masing-masing.

Kantor-kantor mal, tempat olahraga, sebagian pabrik dipaksa ditutup. Akibatnya para pekerja yang biasanya makan siang di warung-warung sekitar, jajan membeli minuman di pinggir jalan atau starling (starbak keliling) sekarang terpaksa diam di rumah baik karena dirumahkan ataupun paling parah di PHK.

Ojol dan takol (taksi online) kehilangan penumpang. Ojol mungkin masih mending karena masih bisa mendapatkan order pembelian makanan ataupun antar barang. Namun ada satu survei mengatakan bahwa lebih banyak orang yang masak sendiri di rumah untuk berhemat sehingga bisa jadi order makanan juga tidak terlalu bisa diandalkan.

Itulah beberapa contoh  di mana UMKM juga merasakan akibat dari pandemi Covid-19. UMKM yang bisa menjadi bantalan atau bahkan lokomotif penggerak mengatasi krisis sekarang ini pun sulit, akibat keterpaksaan pembatasan pergerakan manusia.

Jika tak banyak manusia di jalan warteg sampai tukang gorengan, siapa yang akan beli? Warteg tak ada pembeli, bagaimana dengan tukang tempe, tukang sayur, tukang ayam? Semuanya akan mengalami penurunan penjualan.

Dunia

Ketika krisis ekonomi tahun 1998 atau 2008, tak semua negara mengalaminya. Walau karena ekonomi dunia sudah saling terikat sedikit banyak akan merasakan akibat dari krisis ekonomi tersebut.

Berbeda dengan sekarang hampir seluruh dunia terlanda pandemi Covid-19. Sehingga bukan hanya permintaan barang yang berkurang, penawaran barang juga berkurang.

Akibat lockdown di China yang untungnya berlangsung di masa libur imlek. Banyak perusahaan di dunia termasuk Indonesia kelabakan. Karena dengan tutupnya China yang merupakan pabrik dunia, bahan baku atau barang jadi yang biasanya impor dari sana tak bisa lagi terpenuhi.

Libur Imlek menyebabkan banyak pabrik sudah meningkatkan stok bahan baku. Sehingga masih bisa sedikit bernafas sampai China mulai melonggarkan pembatasan. Harap diingat banyak kebutuhan pabrik di Indonesia masih impor, termasuk sekitar 90 persen bahan baku obat.

Sisi permintaan sudah jelas, bagaimana dengan situasi pandemi , pembatasan bahkan PHK, permintaan barang bisa tetap kuat.

Situasi ekonomi dunia saat ini memang sangat berat bahkan ada yang mengatakan lebih berat dibandingkan akhir perang dunia II.

Ambyar

Ambyarnya sisi permintaan adalah hal yang biasa dalam sebuah krisis ekonomi. Namun saat ini jikalau ada permintaan mungkin juga sulit dipenuhi karena adanya pembatasan pergerakan manusia. Ambyarnya sisi penawaran yang merupakan hal luar biasa.

Pembatasan pergerakan manusia yang juga membuat UMKM yang biasanya sangat tangguh juga terpengaruh, sehingga tak lagi bisa menjadi bantalan krisis.

Beberapa cerita tadi semoga bisa menjawab pertanyaan  mengapa ekonomi lebih ambyar dilanda Corona dibanding kerusuhan 1998.

Ronald Wan

Share jika Bermanfaat

Author: Ronald Wan

@Pseudonym | Love To Read | Try To Write | Observant | email : [email protected]