Perang Dagang dimata penduduk AS dan China

Perang Dagang Dimata Penduduk AS dan China

Tensi perang kembali meningkat setelah Amerika Serikat (AS) meningkatkan tarif bagi USD 200 miliar barang eks China ke 25 persen (sebelumnya 10 persen). Bagaimana perang dagang dimata penduduk AS dan China?

Penduduk AS

Bob Best seorang manajer perusahaan AC dan pemanas, mengatakan kepada NPR “Saya bukan seorang pendukung tarif, saya adalah seorang pendukung perdagangan bebas. Namun jika seorang perundung tidak mendengar nasihat, tidak salah jika dipukul hidungnya”

Bob mendukung tindakan Trump untuk menerapkan tarif walaupun harga barang yang dijualnya meningkat sampai USD 150 per unit. Karena tarif yang dikenakan untuk produk aluminium dan besi oleh pemerintahan Trump.

Menurut Mohamed Younis kepala editor Gallup News (Gallup adalah perusahaan survei). 62 persen penduduk AS percaya bahwa perdagangan dengan China merugikan AS (tidak adil). Padahal AS adalah salah satu pendorong perdagangan bebas.

Cara agar penduduk AS bisa menerima kenyataan bahwa merekalah yang harus membayar tarif yang dikenakan untuk produk China adalah dengan mengobarkan semangat patriotisme. Menurut Henry Olsen peneliti senior di Ethics and Public Policy Center.

Pertanyaannya sampai kapan penduduk AS akan rela menanggung tambahan biaya akibat tarif?

Sedangkan sebagian dari produk China tersebut adalah milik perusahaan AS yang di outsource produksinya ke China, seperti Apple dan Nike. Sehingga penduduk AS terbiasa dengan produk yang berharga relatif murah namun berkualitas baik.

Baca: Pandangan yang Salah tentang Outsourcing

Penduduk China

Sama dengan penduduk AS, penduduk China juga sedang terbakar patriotismenya akibat perang dagang. Sebuah lagu berjudul perang dagang viral di WeChat.  “Jika musuh mau berperang, kami akan mengalahkannya sampai habis” sebuah potongan lirik lagu perang dagang. Sebuah lagu yang telah ditonton lebih dari 100 ribu penonton menurut Bloomberg.

Banyak terjadi penduduk China yang sebelumnya menggunakan Iphone mengganti ponselnya dengan merek yang lain. Mereka risih jika harus menggunakan produk AS di tengah tensi perang dagang yang menguat.

Hal ini juga pernah terjadi terhadap produk Jepang terutama mobil. Terkait dengan ketegangan hubungan politik China dan Jepang beberapa tahun yang lalu.

Perkembangan Perang Dagang

If China does not stop its illegal activities, including its theft of American trade secrets, I will use every lawful — this is very easy. This is so easy. I love saying this,” Trump berkampanye kepada pekerja pabrik daur ulang di Monessen, Pennsylvania pada tahun 2016. “I will use every lawful presidential power to remedy trade disputes.”

Perang dagang mudah dimenangkan menurut Trump, namun yang terjadi satu tahun telah berlalu dan hampir seluruh produk impor eks China telah dikenakan tarif. Tetapi perang dagang belum dimenangkan oleh AS dan pemerintahan Trump, bahkan perjanjian dagang yang baru pun belum terwujud.

Baca: Perang Dagang Ala Donald Trump

Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan “Jika AS ingin melanjutkan negosiasi perang dagang dengan tulus maka AS harus memperbaiki sikapnya. Baru negosiasi bisa berlanjut” CNBC memberitakan.

Terbaca bahwa China tidak suka ditodong dengan pistol pada saat melakukan negosiasi. Xi Jinping pada tahun lalu juga pernah mengeluarkan pernyataan yang sama.

Tensi perang dagang semakin meningkat setelah Huawei dimasukkan ke dalam daftar hitam perusahaan asing yang menyebabkan perusahaan AS dilarang untuk berhubungan bisnis dengan Huawei. Google dan Qualcom telah mengeluarkan pernyataan untuk segera menyetop dukungan kepada Huawei. Bukan hanya kedua perusahaan tersebut, ARM sebuah perusahaan perancang chip ponsel pintar juga akan segera mengakhiri hubungan bisnis dengan Huawei.

Baca: ARM penguasa pasar ponsel sesungguhnya

Harapan dunia akan berakhirnya perang dagang hanya pada pertemuan Donald Trump dan Xi Jinping akhir Juni 2019 berbarengan dengan pertemuan tingkat tinggi G20.

Sebenarnya sekarang ini semakin jelas bahwa perang dagang AS dan China bukan hanya terkait dengan defisit perdagangan. Namun juga perebutan pengaruh sebagai negara besar di dunia.

Baca: Alasan Di Balik Naiknya Tarif Produk China oleh AS

Selain itu agresivitas China dalam mengembangkan teknologi maju juga membuat AS terlihat tertinggal dan mungkin merasa takut melihat masa depan. Masa depan di mana Asia akan menjadi pusat ekonomi dunia menggantikan Amerika serta Eropa.

Sebuah masa depan yang hanya tinggal menunggu waktu terwujud, China dan India dengan penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi tinggi akan segera mengalahkan negara barat nilai ekonominya.

Semoga Indonesia bisa menjadi negara berikut, seperti yang diperkirakan oleh Mckinsey tahun 2018 bahwa nilai ekonomi Indonesia akan meningkat dari posisi 16 menjadi posisi 7 di tahun 2020. Demikian juga prediksi Price Waterhouse Cooper pada tahun 2017 bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi nomor empat terbesar di dunia di tahun 2050.

Dibutuhkan kerja keras serta kolaborasi dari semua pihak termasuk oposisi untuk dapat mewujudkan ini.

Referensi: Bloomberg.com

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Ronald Wan

Share jika Bermanfaat

Author: Ronald Wan

@Pseudonym | Love To Read | Try To Write | Observant | email : [email protected]