Infrastruktur

Setelah Infrastruktur, Lalu Apa?

Pemerintahan Jokowi-JK fokus untuk membangun infrastruktur sejak awal pemerintahan terbentuk. Subsidi BBM yang besar di era sebelumnya dialihkan ke infrastruktur untuk mengejar ketinggalan yang terjadi sejak reformasi 1998.

Infrastruktur
Katadata.com

Pembangunan infrastruktur yang masif telah mulai dirasakan manfaatnya, namum memang belum optimal. Selama belum ada investasi lanjutan dari para pengusaha. Mungkin 2-3 tahun lagi baru akan terasa.

Saya melihat pembangunan infrastruktur ini sudah mulai bisa berjalan secara alami. Terlebih lagi Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono juga sangat piawai di bidangnya sehingga sebaiknya pemerintah sudah mulai mengurangi perhatian (bukan mengurangi percepatan dan anggaran) untuk dialihkan ke bidang yang lain.

Terutama dalam menyongsong puncak bonus demografi Indonesia yang diperkirakan akan dicapai pada tahun 2030. Mengenai bonus demografi, bisa baca di sini

Pendidikan

Sri Mulyani, menteri keuangan Indonesia pernah mengatakan kekecewaannya. Karena dengan dana yang sangat besar, sekitar 20% dari APBN namun hasilnya?

Harus diakui pendidikan di Indonesia masih banyak kekurangan kalau tidak mau dikatakan caru marut. Banyak hal yang harus diperbaiki. Baik fokus yang jangan melulu ke arah pendidikan tinggi, kalau mungkin sudah mulai diubah ke arah yang lebih tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan pasar atau industri.

Mengapa tidak dibuat SMK untuk Coding misalnya? Di tengah kemajuan industri digital, Indonesia ternyata masih banyak kekurangan di bidang SDM. Baik secara jumlah maupun keahlian.

SMK Koperasi juga bisa, agar dengan dana desa bisa dikelola dengan benar.

Selain itu fokus  pendidikan juga jangan hanya ke Hard Skills namun juga ke Soft Skills. Lebih lengkapnya bisa baca “Refleksi pendidikan di Indonesia

Dengan tingkat pendidikan angkatan kerja yang masih didominasi SMP ke bawah, bonus demografi akan lewat begitu saja jika tidak mulai ditingkatkan dari sekarang. Lebih tepatnya dari kemarin, karena sudah sangat urgent.

Industri

Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada komoditas untuk ekspornya. Baik migas maupun non migas seperti kelapa sawit.

Pernah saya baca 70% dari bahan baku kebutuhan industri manufaktur masih diimpor. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh banyaknya impor yang dilakukan secara “borongan”, yang artinya impor yang dilakukan dengan tidak membayar penuh bea masuk yang seharusnya dibayarkan.

Akibatnya pengusaha Indonesia malas untuk membuat pabrik, lebih enak menjadi pedagang. Karena harga impor bisa lebih murah dibanding dengan produksi di Indonesia.

Pemerintah sudah melakukan pengetatan atas aturan impor, sehingga impor ”borongan” sehingga sekarang ini, sudah semakin sulit dilakukan. Harga barang impor kembali “normal” artinya tidak lagi jauh lebih murah dibanding produksi di Indonesia.

Pengusaha dan pemerintah seharusnya sudah mulai menyiapkan industri pengganti bahan baku impor, sehingga bisa terjadi penghematan devisa dan meningkatkan kekuatan industri Indonesia.

Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mungkin pemerintah juga bisa memberikan insentif terhadap industri padat karya sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang diserap.

Manufaktur adalah salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi dengan harga yang lebih stabil dibandingkan dengan komoditas.

Pengusaha Indonesia juga jangan terlalu cengeng dan sedikit -sedikit meminta insentif dan menyalahkan kondisi yang tidak kondusif. Retail yang katanya lesu darah, tetapi mengapa Miniso (retail jepang) berani menargetkan pembukaan 110 toko di 2018.

Kelesuan bisa menjadi kesempatan, pada saat orang lain tiarap kita ekspansif. Sehingga pada saat gairah kembali, kita sudah siap. Orang lain baru mulai.

Dua hal Pendidikan dan Industri Manufaktur perlu mulai menjadi fokus setelah infrastruktur. Demi menyongsong Indonesia emas di 2045.

Artikel ini pernah ditayangkan di Kompasiana.com pada awal 2018

Salam

Hanya Sekadar Berpikir

Ronald Wan

Share jika Bermanfaat

Author: Ronald Wan

@Pseudonym | Love To Read | Try To Write | Observant | email : [email protected]