tantangan ekonomi tahun 2019

Apa Saja Tantangan Ekonomi Tahun 2019?

Tidak terasa tahun 2018 akan segera berakhir. Saat tulisan ini dibuat, 2018 hanya tinggal dua hari saja. Banyak hal yang terjadi di tahun 2018 dan kemungkinan tetap akan menjadi tantangan ekonomi tahun 2019. Apa saja?

Perang Dagang

Setelah bertemu dan makan malam di pertemuan tingkat tinggi G20 di Argentina. Donald Trump dan Xi Jinping sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Amerika Serikat (AS) melakukan penundaan peningkatan tarif untuk barang impor eks China senilai USD 200 miliar yang seharusnya menjadi 25% dari 10% yang berlaku sekarang ini di bulan Januari 2019.

Namun tekanan AS terhadap China malah terlihat meningkat. Ditangkapnya petinggi Huawei di Kanada sedikit banyak meningkatkan tensi hubungan AS dan China.

Bulan Januari 2019 dijadwalkan pertemuan pertama antara AS dan China untuk mencari solusi perdagangan kedua negara.

Perang dagang tetap menjadi ancaman yang besar bagi ekonomi. Terlebih lagi Trump berusaha menekan China dibandingkan dengan melakukan pembicaraan yang setara. Memang harus diakui bahwa tindakan AS untuk mengurangi defisit perdagangannya tidaklah salah.

Namun terlihat bahwa ketegangan hubungan AS dan China adalah karena kekhawatiran AS akan majunya ekonomi dan teknologi China. Baca “Alasan Sebenarnya AS Mengobarkan Perang Dagang

Juga semakin terlihat bahwa hubungan yang memburuk ini bukan hanya terjadi di bidang perdagangan. Baca “ Hubungan AS dan China Memburuk bukan hanya di perdagangan

Perkembangan pembicaraan antara AS dan China harus ditunggu untuk melihat apakah perang dagang akan berlanjut atau tidak. Namun yang jelas IMF dan Bank Dunia sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dengan perang dagang sebagai salah satu penyebab utama.

Suku Bunga Amerika Serikat

Peningkatan suku bunga AS secara agresif yang mencapai empat kali tahun ini adalah salah satu sebab dolar AS menguat dan membuat mata uang negara berkembang termasuk Indonesia mengalami pelemahan.

Untuk tahun 2019 diperkirakan The Fed tidak akan seagresif tahun ini. Perkiraan peningkatan suku bunga akan menurun dari tiga kali menjadi dua kali. Semoga bisa sedikit mengurangi tekanan terhadap ekonomi dan mata uang negara berkembang.

Harga Minyak Bumi

Harga minyak bumi yang tinggi akan menguntungkan bagi negara pengekspor minyak, Arab Saudi salah satunya. Harga minyak yang rendah menyebabkan Arab Saudi harus mengeluarkan surat utang dan menerapkan PPN.

Namun di sisi lain negara net importir minyak bumi, seperti Indonesia dan India mengalami kesulitan. Dolar AS yang tinggi dan harga minyak yang juga meningkat tajam meningkatkan defisit perdagangan Indonesia.

Akhir tahun ini harga minyak sudah mulai melandai, harga minyak WTI berada di kisaran USD 45 dan Brent berada di kisaran USD 50an. Hal ini disebabkan oleh menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dan juga meningkatnya produksi minyak AS selain itu adalah penangguhan terhadap larangan impor minyak Iran kepada beberapa negara juga membantu.

Beberapa persoalan yang dihadapi produsen minyak AS tahun 2018 akan bisa diselesaikan pada tahun 2019. Sehingga saya berharap harga minyak akan kembali stabil dan tidak meningkat tinggi seperti tahun ini.

Baca “Apakah Shale Oil bisa Menahan Harga Minyak 2019?

Selama harga minyak WTI bisa berada di kisaran USD 40 – USD 50an maka pertumbuhan produksi minyak AS akan terus berkembang. Pengurangan produksi OPEC plus Rusia akan bisa tergantikan.

Donald Trump

Saya merasa bahwa turbulensi ekonomi dunia selama tahun 2018 salah satu penyebab utamanya adalah Donald Trump. Sebagai presiden satu-satunya negara adi daya di dunia setiap tindakan Trump akan berpengaruh baik sedikit ataupun banyak terhadap negara lain.

Perang dagang yang dikobarkan oleh Donald Trump langsung membuat limbung ekonomi. Walaupun ada ahli yang mengatakan  Trump hanya gejala bukan penyebab perang dagang. Namun yang jelas pelaku ekonomi tidak menyukai ketidakpastian sedangkan Trump bagaikan petasan yang meledak-ledak.

Salah satu yang terakhir adalah adanya isu Trump sedang mewacanakan pemecatan Jerome Powell, Gubernur Bank Sentral AS. Indeks Wall Street langsung rontok walaupun akhirnya wacana tersebut dibantah oleh gedung putih.

Sekarang ini pemerintah AS sedang lumpuh akibat tidak disetujuinya anggaran untuk membangun tembok perbatasan dengan Meksiko. Salah satu janji kampanye yang ingin diwujudkan oleh Trump.

Demokrat berhasil memenangkan pemilu sela dan menguasai Dewan Perwakilan AS. Ada harapan bahwa Trump akan bisa sedikit lebih dikendalikan sehingga ada kepastian tentang arah kebijakan AS.

Psikologis

Sejarah memang mencatat bahwa ada sebuah pola berulang yaitu terjadinya krisis ekonomi setiap 10 tahun sekali. Indonesia mengalaminya di tahun 1998 dan mengalami gejolak yang lebih kecil di tahun 2008.

Saya melihat bahwa pelaku pasar masih khawatir akan terjadinya hal ini. Sehingga kejadian kecil bisa dianggap lebih besar yang pada akhirnya bisa memicu krisis akibat panik. Pertanyaannya adalah 2018 sudah hampir berlalu, apakah akan terjadi krisis di tahun 2019? Sampai saat ini belum terlihat tanda-tandanya namun kewaspadaan tetap harus dijaga, tetapi bukan berarti harus panik.

Tantangan Indonesia

Selain tantangan eksternal seperti yang disebutkan di atas. Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan yang semakin melebar. Baca “Apakah dolar AS menguat atau Rupiah Melemah?

Neraca perdagangan yang merupakan bagian dari neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang cukup parah di bulan November 2018 yaitu sebesar USD 2,05 miliar dengan akumulasi Jan-Nov 2018 mencapai USD 7,52 miliar.

Defisit neraca perdagangan ini penyebab utamanya adalah impor minyak dan gas yang cukup tinggi akibat tingginya harga minyak. Defisit ini mencapai USD 12,15 miliar akumulasi Jan-Nov 2018. Katadata.co.id

Jika harga minyak bisa stabil tahun 2019 defisit ini akan bisa berkurang. Namun di sisi lain harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia seperti batu bara juga akan mengalami tekanan jika harga minyak turun dan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menurun.

Memang tidak mudah mengatasi defisit transaksi berjalan yang sudah terjadi sejak tahun 2011. Diperlukan adanya perbaikan struktur ekspor Indonesia yang mengandalkan komoditas menjadi ekspor berbasis manufaktur. Baca “Setelah Infrastruktur Lalu Apa?

Juga diperlukan penguatan industri bahan baku sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor bisa berkurang. Pemerintah juga sedang berusaha meningkatkan investasi langsung baik dari dalam maupun luar negeri dengan insentif dan perbaikan cara pengurusan izin. Saya pikir tujuannya adalah mengurangi defisit transaksi berjalan dan juga mengurangi ketergantungan bahan baku impor.

Referensi : Berbagai media dalam dan luar negeri

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Diarysaham.com

Share jika Bermanfaat

Author: Ronald Wan

@Pseudonym | Love To Read | Try To Write | Observant | email : [email protected]