frugal innovation

Belajar Tentang Istilah “Frugal Innovation”

Di negara berkembang seperti Indonesia, kemampuan orang untuk membeli sesuatu yang walau dibutuhkan seringkali terbatas. Misalnya dalam memperbaiki kendaraan, seringkali onderdil yang harus diganti akhirnya “diakali” agar tidak perlu beli yang baru.

Sebuah pengalaman pribadi, AC di rumah ternyata “indoor” nya bocor. Jika di luar negeri jarang sekali ada orang yang mau memperbaikinya. Solusi ganti baru!

Tetapi saya menemukan orang yang bisa memperbaiki dengan biaya hanya sekitar 25% dari ganti AC baru. Lumayan bisa memperpanjang umur AC sekitar 2 tahun lagi.

Inilah yang menurut pendapat saya adalah “Frugal Innovation”. Kata “Frugal” sendiri menurut Google bisa diartikan sebagai hemat.

Dalam sebuah artikel yang berjudul “Frugal Innovation : A New Business Paradigm” yang tayang di Knowledge.insead.edu definisi “Frugal Innovation” adalah kemampuan untuk membuahkan lebih banyak bisnis dan nilai sosial tetapi di sisi lain mengurangi pemakaian sumber daya yang semakin sulit didapatkan. Inovasi ini berkaitan erat dengan pemecahan masalah bagaimana menerapkan paradoks melakukan lebih banyak dengan lebih sedikit sumber daya.

Dalam inovasi biasanya pendekatan yang dilakukan adalah mencari sebuah solusi atau mencari cara baru. Setelah itu kemudian mengumpulkan sumber daya untuk dapat mewujudkannya. Jadi tidak ada pembatasan tentang bagaimana solusi tersebut.

“Frugal Innovation” menurut saya melakukan pendekatan yang berbeda. Pembatasan ada bagaimana membuat solusi yang mampu dibayar oleh orang pada umumnya. Bukan orang yang mampu membayar mahal untuk menjadi pengguna pertama sebuah inovasi.

Di kancah otomotif mungkin Datsun bisa dibilang melakukan “Frugal Innovation” dengan menciptakan mobil dengan fungsi dasar sehingga harganya cukup murah bagi sebagian orang. Sebagai solusi bagi pengendara motor yang penghasilannya naik sehingga bisa membeli mobil.

Perusahaan yang menurut saya sangat berhasil melakukan “Frugal Innovation” adalah Xiaomi. Bagaimana Xiaomi pada awalnya hanya mengandalkan penjualan online yang ditunjang dengan produk yang berkualitas dan “Public Relation” yang sangat kuat sehingga bisa terjual banyak.

Mahalnya harga sebuah ponsel adalah karena merek yang ditempelkan bukan karena teknologi yang mahal. Menurut Zdnet.com harga pembuatan sebuah Iphone X adalah USD 370,25 dijual seharga USD 999 di Amerika Serikat sedangkan Samsung Galaxy S8 modalnya sekitar USD 302 dijual seharga USD 720.

Membuat merek menjadi terkenal membutuhkan biaya promosi yang sangat besar sehingga sebenarnya konsumen membayar mahal untuk membiayai promosi tersebut. Xiaomi mengurangi biaya tersebut dan bisa menjual ponsel dengan spesifikasi mumpuni dengan harga yang relatif murah. Jauh lebih murah dibandingkan merek yang lain.

Itu pada awal Xiaomi berdiri, sekarang saya melihat Xiaomi pun sudah mulai menerapkan promosi yang cukup masif walaupun masih dikombinasikan dengan promosi yang “out of the box” sehingga walaupun mulai mahal tetap belum semahal ponsel dengan merek yang paling top.

Untuk pasar Indonesia sebenarnya “Frugal Innovation” sangat cocok untuk diterapkan. Mengingat masih sangat banyak penduduk yang penghasilannya terbatas.

Sudah banyak dilakukan sebenarnya, misalnya ritel modern yang menjual barang dengan merek sendiri sehingga tidak perlu biaya promosi dan bisa dijual dengan lebih murah.

Menggunakan biogas hasil limbah ternak untuk memasak saya pikir juga masuk dalam kategori “Frugal Innovation”.

Industri lain juga melakukannya seperti pewangi pakaian dengan kemasan sachet sehingga bisa dijual di warung dengan harga yang sangat murah. Teh Gelas juga melakukan “Frugal Innovation” dengan kemasan gelas plastik sehingga bisa dijual sangat murah di warung dan membunuh Teh Botol Sosro.

Artikel ini pernah ditayangkan di Kompasiana oleh Ronald Wan

Salam

Hanya Sekadar berbagi

Diarysaham.com

Share jika Bermanfaat

Author: Ronald Wan

@Pseudonym | Love To Read | Try To Write | Observant | email : [email protected]